Nguliah (Chapter 1)
Ki
Mia
Keterima
di perguruan tinggi negeri bukan menjadi impianku sejak sekolah, untuk aku yang
sering dibangunkan guru karena sering tidur saat pelajaran berlangsung. Hal
memalukan yang sering aku ulangi, sampai aku lupa apa itu malu. Impianku adalah
menemukan tempat ternyaman di Bumi untuk aku pakai tidur, mungkin aku akan
menjadi manusia paling bahagia.
Berbeda pikiran dengan ibu, ibu selalu bilang kepadaku
jangan ngikutin gaya ayah saat muda, ayah sering tidur, bahkan pas jam pelajaran olahraga. Kebiasaanku ini adalah gen mutlak dari ayah, apa aku harus ngucap
terimakasih karena aku menjadi siswa yang paling terkenal dengan kebiasaan
tidurku?
Hal yang menjadi pertanyaanku, mengapa ibu yang kata
orang-orang mirip dengan Cici Paramida ini mau dengan ayah yang hidupnya penuh
dengan mimpi, mimpi ayah diiringi dengan dengkuran yang sangat keras, konon
hingga terdengar sampai tetangga. Sebab aku pernah mendengar cerita kalau tetangga
sebelah rumah pada kesulitan tidur malam, makanya komplek rumahku sepi kalau
siang hari, sebab mereka sedang tertidur pulas.
Ayah adalah orang yang sangat beruntung dimuka bumi, bisa
mendapatkan ibu yang sangat baik, cantik, walau memiliki IQ dibawah rata-rata.
Mungkin itu menjadi faktor kuat kenapa ayah bisa diterima dan akhirnya menikah
dengan ibu, dan juga aku menjadi tahu kenapa aku menjadi manusia paling
tertinggal.
Aku adalah anak jurusan IPA saat di sekolah, namun aku
nggak pernah ngerti pelajaranya, dan selalu ketinggalan. Ulangan adalah hal
yang paling aku benci, karena aku nggak pernah tau harus gambar apa lagi, sebab
guru-guru sudah sangat bosan melihat gambar pohon pada setiap lembar jawaban
ulanganku, kalau ulanganya pilihan ganda aku nggak masalah, aku terkenal paling
cepat menyelesaikanya, berkat kancing-kancing di bajuku.
Bisa lulus dari sekolah saja sudah seperti keajaiban
untuku, orang tua ku sampai menangis dan menjabat tangan setiap guru, mereka
bilang terimakasih sudah meluluskan aku, sebab mereka jadi nggak perlu harus
membayar uang bayaranku lagi.
Aku pikir saat lulus aku akan menikmati sisa hidupku
dengan tidur dan bermain game di kamar, sebab mencari tempat ternyaman di bumi
untuk tidur perlu tenaga, kayaknya aku harus mengurung keinginan itu, sebab
niat mencarinya saja nafasku sudah sesak karena memakai tenagaku untuk
berfikir, gimana kalau harus mencarinya.
Tapi kalau aku hanya bermain game di kamar bagaimana caraku
mengejar cinta Liah, perempuan paling cantik sesekolah, setiap ia berjalan di
koridor kelas semua mata tertuju padanya, aku beruntung sekelas dengan dia,
bahkan guru-guru sangat senang masuk ke kelas ku karena dia, dia cantik,
pintar, dia seperti bidadari, mungkin ini adalah satu-satunya alasan kenapa aku
terus mau masuk kelas, aku nggak pernah bosan melihatnya, bidadari dunia memang
nggak bersayap, tapi berhijab.
Aku putuskan untuk melanjutkan studi ku, aku harus
kuliah. Niat ini seperti aku sedang bermain surfing di pantai, belum sempat
berdiri di papan sudah tenggelam kegulung ombak. Rasanya mustahil bisa mengejar
cinta Liah, belum apa-apa saja aku sudah nyerah.
Aku mendengar kabar kalau Liah ingin melanjutkan kuliah
disalah satu Universitas di Jakarta. Aku mendengar dari Reno teman
sebangku ku dan juga teman mainku di warnet, dia bilang baca statusnya Liah di
Facebook. Rasanya jantungku terpompa sampai ingin meledak, aku harus daftar di
Universitas itu!
Aku nggak pernah berani bertanya langsung padanya,
menyapanya aja aku nggak pernah berani, aku hanya berani melihatnya dari
celah-celah sempit meja kelas, buku yang aku jadikan teropong, atau dibalik
ketiak guru saat aku mengumpulkan tugas, yah itu juga cuma sekali, karena aku
jarang mengerjakan tugas. Hal yang paling aku nggak suka adalah menulis, tapi
terpaksa akan aku lakukan jika pilihan lainya adalah membaca.
Info dari Reno menjadi pondasi kebangkitan ku, aku masih
ingin sekelas dengan Liah, tapi mustahil, dia pasti memilih jurusan IPA, aku benci
pelajaran IPA, tapi demi Liah aku akan mencobanya. Pertama aku harus beranikan
diri bertanya padanya, aku harus tau jurusan apa yang ia pilih, berbagai
skenario aku siapkan untuk bertanya, skenario pertama pura-pura mengembalikan
pulpen yang ia pinjamkan di kelas, mustahil dia nggak akan percaya, aku nggak
pernah nulis. Mencari nomer telfonya dibuku tahunan, lalu mengirim pesan dengan
berpura-pura menang undian, ide ini terhenti, gimana cara nanya jurusan yang
dia pilih. Bertanya dengan temanya? Briliant! Ide yang terlintas dari suara
perempuan yang masuk ke telingaku, mungkin suara ibu yang ada dibalik pintu
kamar, kenapa dia bisa tau? bukanya ibu lagi keluar rumah sama ayah? Sudahlah
biarin aja. Aku cari nomer telfon teman akrabnya dibuku tahunan, dia sering
bersama Iren teman sebangkunya. Lembar demi lembar aku cari akhirnya ketemu.
Nggak berfikir panjang aku mulai mengetik pesan kepada Iren.
“Ren, nih gue Bimo, Liah mau nerusin kuliah dimana? Jurusan apa? bales GPL!” pesan terkirim, sekarang
tinggal nunggu balasanya.
“cling” nggak lama
bunyi pesan masuk, dari Iren, aku segera membacanya “Bimo yang suka tidur di
kelas?”
Membaca balasanya
ternyata aku ini sangat terkenal, “Iya itu gue banget, lo pasti penggemar gue
sampai inget kebiasaan gue” jawab pesan ku ke Iren.
Gak lama Iren membalas
lagi pesanku, “semua orang di dunia juga tau kalo lo tukang tidur, kenapa lo
nanya-nanya Liah, mau nyantet lo ya? Katanya dia mau ngambil jurusan kimia”
Lalu aku membalas pesan
Iren, “ohh, engga.. engga mau nyantet, gue mau balikin pulpen dia yang masih di
gue”. Pesan terkirim.
Iren
nggak menjawab pesan terakhirku, mungkin ia lebih merasa takut kalau aku
ternyata pernah menulis ketimbang mau nyantet orang.
Bersambung..
lanjut thor
BalasHapus