Peci Ayah


           

     
          Aku ingat saat kecil aku ingin sekali memakai peci ayah untuku pakai sholat, tapi ayah selalu mengambilnya lagi karena ukuranya terlalu besar, lalu ayah membelikan peci yang baru untuku. Setiap hendak sholat atau ke TPA aku tak pernah lupa untuk memakainya, aku sangat senang karena ini pemberian ayah.

           Tapi sepulang dari TPA aku lupa dengan peci itu, aku sibuk main sama teman-teman setelah selesai belajar lalu pulang lupa dengan membawa pecinya. Saat kumandang adzan maghrib terdengar ayah menagajaku sholat berjamaah, aku mencari peci itu, namun ngga ketemu. Aku baru ingat aku meninggalkanya di TPA, “uuuh gara-gara aku main jadi lupa sama pecinya”.

            Aku bilang ke ayah kalau peci itu ketinggalan di TPA, ayah hanya tersenyum melihat pengakuanku, “kenapa bisa lupa sih? besok aku harus ambil pecinya” tuturku dalam hati.

            Keesokan harinya aku berangkat ke TPA lebih awal niat hati mau mencari peci yang ketinggalan. Namun aku ngga berhasil menemukanya, apa mungkin jatuh di jalan namun aku ngga sadar? Hah ngga mungkin seingatku aku sudah ngga pakai peci saat jalan pulang.

            Belum ketemu mencari, TPA pun dimulai, terpaksa aku tidak memakai peci kali ini, sambil cemas kemana hilangnya peci itu.

            “azan ashar?” TPA pun selesai, aku mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat, tak disangka aku melihat peci itu di tempat wudhu, aku sangat mengenal ciri-ciri peci pemberian ayah. Namun peci itu dipakai seorang anak yang sedang mengambil air wudhu. “hei kamu dapat dari mana peci itu?” tanyaku, “oh ini, aku menemukanya kemarin, pas untuk kepalaku” jawab si anak tersebut.

             Aku merasa pernah bertemu sebelumnya dengan anak ini, yah aku ingat, aku bertemu di persimpangan jalan dekat sekolah, ia membawa karung dan pengait di belakangnya. Maksud hati ingin mengambil pecinya kembali, namun rasa iba terhadap penampilanya yang lusuh dengan baju yang dipakainya, dan aku tahu ia tidak sekolah karena harus mencari rezeki pada tumpukan sampah membuat aku merelakan peci pemberian ayah itu. “iya peci itu terlihat sangat pas untukmu 🙂”.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ayah Pergi Dulu

Gubug Kecil